Contoh Cerita Pengalaman Pribadi
Diposting oleh
RsuciR
|
Senin, 27 Oktober 2014
Atas Segala Didikanmu
Aku bingung mengapa aku harus terlahir dar keluarga yang rumit, sekedar bingung tapi aku sama sekali tak menyesal, Aku bukan orang yang dilahirkan dalam kesempurnaan, seperti manusia biasa, aku bukanlah orang yang amat sangat cantik, “biasa aja”, bukan juga anak orang kaya yang lahir dari seorang saudagar kaya. Hidupku amat sangat sederhana walau semuanya serba berkecukupan. Aku lahir dari keluarga yang rumit. Dari kecil aku tidak tinggal bersama orang tuaku tepatnya mulai setahun sebelum aku masuk TK ( taman kanak-kanak). Bapakku adalah seorang guru, selain mengajari muridnya di sekolah ia juga mengajariku membaca, menulis, bahkan memahami kata-kata yang sulit. Itu mengapa saat aku masuk ke TK aku adalah anak yang paling memahami orang ( dengan bangga hati ).
Kakakku, M. Ridho Ali Akbar, seorang yang sangat kusayangi setelah Ibu, Bapak, Nenek dan Kakekku. Kami hanya beda 2 tahun, tapi untuk disekolah kami hanya beda 1 tahun (satu kelas), karena aku memaksa untuk segera bersekolah walupun orang tuaku belum mengizinkan. Ini dia ceritanya, Kakakku yang saat itu sedang bersekolah di TK Al-Azhar 16 sedang berlibur dan pulang kampung, ia memamerkan beberapa karyanya di TK jugaa fotonya bersamaa badut yang entah apa namannya itu. Rasa iriku tak bisa ditahan lagi, saat ia akan kembali bersekolah, aku diam-diam bangun pagi, mandi lalu berpakaian rapi, ini benar-benar kulakukaan sendirian. Setelah semua siap, aku segera berlari ke halaman depan dan dengan cepat menaiki motor yang akan membawa kakakku kembali ke Lampung, saat itu aku tak tahu sebenarnya apa Lampung itu. Tentu keluargaku semua kaget, aku menangis-nangis memohon diperbolehkan ikut. Dengan berat hati Ibuku yanng amat sangat mempercayaiku itu memberi izin.
Kehidupanku di Lampuung tidak berjalan baik, amat sangat tidak baik, tak seperti yang ku bayangkan dulu. Aku dititipkan oleh tanteku yang sebut saja Galak 9 dan tinggal dirumah tanteku yang sebut saja Galak 1. Sebenarnya inisial itu menunjukan urutan lahir karena sebenarnya mereka kakak beradik, masih ada Galak-Galak yang lainnya 2-8 belum ku sebutkan. Galak 1 sudaah berkeluarga tapi sudah tak bersuami anaknya juga sudah ada naamaanya Kiki (perempuuan). Galak 9 saat itu belum bersuami, ia masih kuliah, maka dari itu ia bisa tinngggal di rumah Galak 1. Galak 1-9 Merupakan kakak dan adik dari Ibuku, mereka semua memang benar-benar galak, benar-benar galak. Hidupku amat sangat rumit dan sejarah sebelum hidupku juga lebih rumit, aku binngung harus memulai dari mana. Aku hidup seperti dianak tirikan oleh Galak 9, padahal jelas aku bukan anaknya. Ia memperlakukanku tak seperti layaknya seorang tante dan keponakannya. Aku dan juga kakakku selalu merasakan siksa batin setiap hari, bayangkan apakah kakakku telah merasakan ini sebelum aku merasakannya? Dia biasa saja tak seperti anak yang tersiksa batinnya, hidupnya ceria-ceria saja ia membawa aku kekeceriaan. Aku sadar mengapa Galak 9 seperti ini kepada kami, ini merupakan pelampiasan atas apa yang dilakukan Galak 1. Aku juga tahu mengapa semua saudara Ibuku adalah orang yang galak, itu juga faktor pelampiasan dari apa yang dilakukan Galak1 terhadap adik-adiknya. Mengapa Galak 1 harus galak?
Dulu Galak 1 dan kedua adiknya tinggal bersama dan bersekolah di kampung, setelah menyelesaikan pendidikannya ia melajutkaan pendidikan ke perguruan tinggi di Lampung, setelah bekerja orang tuanya (kakek dan nenekku) melepas kedua adiknya untuk ikut bersamanya, padahal menurutnya pekerjaannya belum mapan, jadi ia harus mengalami tekanan, tekanan-demi tekannan ia rasakan terutama tekanan ekonomi, selain untuk memberi makan kedua adiknya ia juga harus memikirkan biaya sekolah kedua adiknya. Karena keberhasilannya menyekolahkan dan menghidupi kedua adiknya kakek dan nenekku juga membawa anak ke 4,5 dan 6 nya. Termasuk Ibuku, anak ke lima. Bayangkan banyaknya tekanan yanng harus ia hadapi.
Galak 9 tidak pernah hidup bersamaa dengan Galak 1 sebelumnya, bahkan Galak 9 tidak pernah mengenali Galak 1 sampai ia kelas enam SD. Karena ia tidak siap dengan cara hidup yang dilakukan Galak 1, ia mudah melampiasan kemarahan dan kekesalannya secara langsung kepada kami yang lebih muda.
Setiap hari, kecuali hari Minggu, Aku dan Kakaku pergi sekolah, biasanya kami berangkat pukul 06.00 , jelas karena kami harus naik abudemen yang berputar-pputar sebelum sampai ke sekolah, rumah kami di Kemiling, sekolah kami di Way Halim, jelas jauh. Masa-masa di Abudemen sangat menyenangkan dan akan sulit dilupakan, kami bernyanyi bersama, bertengkar, menangis, tertawa, tidur, muntah, buang air semua wajar dilakukan disana. Kalau kami masuk siang kami harus pulang pukul 17.00 dan sampai kerumah pukul 18..00. Setelah sampai di rumah kami harus mandi dan mengaji, kami juga tidak boleh lupa mengerjakan PR “nngaaji” kami, yaitu menulis apa yang akan kami baca (ajikan) waktu yag begitu singkat membuat kami tak sempat mengerjakan tugas itu, okelah karena kami pintar dan cerdik kami buat asal-asalan. Abudemen tak mengantar sampai depan rumah, jadi kami masih harus berjalan sedikit untuk sampai ke rumah, sebelum kami berjalan ke rumah kami, duduk terlebih dahulu di pingiran jalan, emperan, dan benar-benar duduk disana tanpa alas apapun, mengerjakan tugas kami, yah.. asal jadi saja lah apapun bacaannya toh juga tak akan diperiksa. Daripada kami harus ambil resiko dibuat nagis di depan umum. Kalau dipikir mengapa tidak dikerjakan di abudemeen? Abudemen kami sangat sumpek, satu mobil bisa 20-30 orang anak yang disusun sarden.
Kalau Galak 9 sudah marah, ia akan melayangkan penggarisnya hingga kami harus terpojok di sudut ruangan terisak-isak. Tempat tinggal kami, sejak aku kelas 4 dan kakak kelas 5, pindah dan memisahkan diri dari Galak 1. Ibuku telah membeli rumah untuk kami, senang sekali rasanya, tapi sialnya.... rumah itu tepat berada di sebelah rumah Galak 1. Seperti tidak pindah rumah, kami cuma sedikit bergeser. Kupikir Galak 9 tidak akan seberapa galak lagi denganku karena ia juga memisahkan diri dari Galak 1 bersamaku. Tapi tetap saja itu terjadi, Galak 9 tetap saja galak, sudah mendarah daging galak baginya. Galaknya malah bertambah, karena Galak 1 masih saja ikut campur dengan apa yang terjadi di rumah baruku, itu yang membuat Galak 9 tidak nyaman, dan yang jelas aku dan kakakku juga tidak nyaman.
Cara belajar kami dirumah baru sangat aneh, selesai mengaji, ruangan itu kami pakai untuk belajar ada meja besar ditengahnya, ada lemari buku-buku yang sangat lengkap dan berdiri sejak tahun 70 an. Kami belajar di meja besar itu, yang jelas kakak tak pernah bisa belajar, dia kadang tidur disana kalau ketahuan pasti kena marah. Aku dan kakak sama saja, sebenarnya hampir sama, buku kami yang disampul rapi-rapi bisanya sudah tidak disampul lagi pada bulan ke dua sekolah. Buku tulis dicampur-campur, PR jarang dikerjakan, jarang mendengarkan guru, jarang mencatat dan mengerjakan tugas. Itu saat SD, SMP tidak lagi karena takut, guru PKn ku adalah Galak 1. Seru sekali.
Berbagai peristiwa telah terjadi di rumah itu, parahnya lagi kalau hujan deras sedikit, kami tidak bisa tidur,, maklum perumahan, banjir, banjirnya bukan banjir biasa, airnya tinggi dan keluar dari tembok-tembok. Air yang keluar dari tembok itu karena belakang rumahku adalah tanah kosong yang tingginya lebih rendah 1,5 meter dari atap rumahku, bisa dibilang ¾ tembok belakang rumahku adalah timbunan tanah, itu karena kami membelakangi tebing, sulit dijelaskan. Selain itu lahan kosong itu juga terdiri dari semak belukar dan berbagai jenis hewan yang tinggal di dalamnya. Suatu hari saat kami sedang membersihkan rumah, seekor ular terjatuh ke bahu Galak 9, kasihan dia. Kadang juga aku menemukan luwing di ruang tamu, laba-laba di ruang keluarga, kalajengking di dapur, ulat di kasur dan kecoa di kamar mandi. Semua hewan itu yang memang dari dulu ku takutkan. Tapi yang menyenangkannya adalah, kami bisa menemukan bunglon di pohon mangga depan rumah kami. Kami punya pohon mangga yang dapat menghubungkan kami secara langsung kea atap rumah kami, jadi kami bisa naik pohon mangga untuk memutar-mutar antena apabila sinyalnya kurang baik, tentu si Galak 9 yang perintahkan.
Kejadian yang paling sulit dilupakaan adalah saat Kakak Ridho kabur, entah tepatnya saat dia kelas berapa, tapi yang jelas dia masih SD. Jadi, pada suatu padi kami mendapati kakak sudah tidak ada di kamarnya dan pintu depan terbuka. Lucunya di depan pintu ada celananya yang dipakainya saat tidur. Awalnya kami santai saja, jelas kami kira kakak hanya maraton atau pipis di luar, tapi sampai pagi, sampai aku berangkat sekolah ia tidak juga berada di rumah. Keluarga kami gempar, bukan hanya keluuarga kami, tetangga kami juga mulai berbisik-bisik. Semua orang mulai diwawancarai. Pulang sekolah aku langsung membuat selembaran orang hilang, lengkap dengan foto kakak diatasnya. Galak 6 mulai sibuk, karena ia merupakan salah satu anak laki-laki dari 9 bersaudara Galak itu, ia mendatangi beberapa produsen koran, meminta pemasangan berita, juga mendatangi kepolisian dan lain-lain. Tak aneh lagi, pasti kakak pulang kampung, karena, celengannya di lemari Galak 9 hilang, kami berusaha mencari serpihan celengan itu tapi tak ditemukan. Aku hanya bisa menangis. Orang tuaku juga, mereka cepat-cepaat datang ke Lampung. Sedangkaan Galak 4 (sebenarnyaa ia tak galak padaku, tapi dia sedikit galak bagi anak-anaknya) dengan santainyaa berkata, “tenang nanti juga pulang”.
Tak lama setelah kesibukan itu, Galak 4 yang juga tinggal di kampung menelepon, memberi tahu bahwa kakak sudah sampai di kampung. Hahh... lega rasanya.Ternyata Kakak memecahkan celengannya di dalam tas, dia juga telah menyiapkan pakaiannya di dalam tas yang diletakkannya di bawah ember di teras depan.
Aku dan kakakku senang sekali bermain komputer, hanya bermain game, game yang biasa kami mainkan biasanya berbunyi “ reload-reload, some body help me. Dor...dor..dor...” kami juga pernah membuat komputer milik Oom ku, Galak 6, hampir meledak. Pertama dia nge-Hang, setelah itu hitam semua, lalu CPUnya sedikit keluar asap dan kami takut
Kakak bukan orang yang terlalu pintar tapi ia kreatif, kalau kami diberikan mobil tamia, pasti kami balapan dan mempercantik tamia masing-masing, tapi kalau kami sudah puas, dinamonya kami buka, disambungkan ke baterai lalu dijadikan blender-blenderan. Kami pakai untuk main masak-masakan, atau kami jadikan kipas, yaah seperti kipas angin lah, tapi anginnya tak berpengaruh sama sekali, tak mampu meniup lima helai rambutku.
Disekolah tentu banyak sekali pengalaman juga yang kurang menyenangkan, seperti saat Aku kelas 3. Anak-anak seumuran itu mungkin lebih mudah terpengaruh dengan sinetron, ya... temanku yang sebenarnya musuh bebuyutanku, hingga kami damai saat kelas 6, dia pernah menuduh seseorang mengambil uangnya dengan cara memasukann uangnya ke dalam tas orang yang akan dituduhnya. Hal bodoh, kenapa harus uang? seribu pula, semua orang juga punya uang kelles, bukannya barang aja, kotak pensil kan masih mending. Masalah itu sampai membawa orang tua dugaan tersangka, Aku berperan sebagai saksi jujur, dan si bebuyutanku itu dapat hukuman. Dia juga punya geng yang entah namanya, yang jelas kalau mereka berkumpul, terus mereka tos pasti bilang “sweety sweety peace love and gaul”, itu acara zaman dulu banget. Salah satu member geng mereka adalah anak kecil dan jelas lebih kecil dari ku yang saat itu lumayan kecil, dia pernah mencoret-coret bajuku, sampai bajuku penuh coretan, Aku tak hanya diam dia ku tendang sampai kotor, lalu dia coret lagi, kutendang lagi, dia coret lagi, sampai akhirnya ia kucubit sampai kulit jarinya mengelupas.
Bajuku, kurasa bukan baju yang layak ku pakai lagi, celana olahragaku dan kakak sudah robek, yah beberapa bagian lah, nenekku yang menjahitkan. Beberapa resleting baju juga kadang sudah copot, jadi aku harus bersandaran dengan tembok untuk berjalan.
Anak kecil juga pernah jatuh cinta, contohnya aku, zamanku dulu rasa suka ada saat kelas 3 SD, anak zaman itu terlalu cepat dewasa, mungkin zaman sekarang anak TK aja udah pacaran. Jadi kami satu abudemen, satu perumahan, tapi selalu beda kelas, orangnya lucu dan nakal, tapi dia baik, kami sering main bola bersama setiap bulan puasa. Kalau aku latihan karate dia juga sering terlihat, karena latihan karate didekat rumahnya. Dia hobi main bola, baju bolanya warna merah, belakanya ada nama Kaka. Sebenarnya aku lupa siapa namanya.
Setiap kami pulang kampung, orang tua kami selalu memberi kami uang jajan, yah paling tidak untuk beberapa bulan, tapi bukan kami yang pegang, orang tua kedua kami yang pegang, Galak 9, entah kemana uang itu yang jelas kami tidak pernah dapat uang jajan. Karena kami adalah anak dengan pemikiran positif maka kami anggap uang itu untuk tambahan makan kami, padahal uang makan pun sudah ada. Kami tidak pernah ke kantin karena jelas kami tidak punya uang jajan untuk itu. Tapi suatu hari aku benar-benar menginginkan gantungan kunci yang bertuliskan nama. Aku memohon kepada kakakku untuk membelinya, tapi dia tidak punya uang, tapi ia tetap berusaha mengumpulkan uang, hingga ia memilki uang Rp 300, kurasa ia belum bisa membuat namaku, karena satu huruf harganya Rp 100, sedangkan namaku empat huruf, jadi ia bilang kalau namaku dipersingkat saja menjadi Uci, aku setuju dan segera memilikinya. Dia benar-benar kakakku.
Kalau kami pulang kampung, kami tak pernah hanya tinggal di rumah, tidur-tiduran atau hal biasa lainnya. Kami berja, sama seperti yang dilakukan orang tuaku, hanya sedikit lebih ringan. Ibuku adalah petani, wirausaha, wiraswasta, ibu rumah tangga dll. Bapakku adaalah seorang guru, petani, wirausaha, wiraswasta dll. Kadang kami ke kebun kopi, memanen kopi, apa yang kami dapat itu langsung menjadi milik kami, memanen kopi itu lumayan melelahkan. Pulang dari kebun, kami mandi di sungai, terjun dari tempat tinggi, amat sangat menyenangkan. Di rumah saja tidak mungkin diam, kalau ada orang yang mau beli jelas teriak- teriak “ Bu.... ada busi gak, baut 8 yang mana? Gear 19 berapaan?” itu sering sekali terdengar. Atau kalau ada segerombolan orang membawa motor gunung, menggunakan baju kumal, membawa beberapa karung besar datang ke rumah, merekaa mau menjual koopinya.
Setelah lulus SD diriku semakin terpuruk, kakak yang selalu mendampingiku dalam suka duka memilih untuk melanjutkan sekolahnya di MTs dan tinggal di asrama setelah itu ia lanjut ke Gontor, juga asrama, habislah aku. Setelah lulus SD aku melanjutkan ke SMPN 8 Bandar Lampung, anehnya sikap Galak 9 mulai berubah tehadapku, entah mengapa mungkin ia takut karena Aku sudah mulai besar. Tapi rasa bencinya dengan Galak 1 tak pernah berubah mungkin ia dendam kesumat. Sebenarnya aku berada pada posisi menengah. Aku bingung kenapa setiap anggota keluargaku berkumpul, mereka senang sekali ngerumpi, ngerumpin orang yang gak ada diantara mereka dan aku pusing mendengar semuanya. Aku selalu berada di keramaaiaan dan diantara keramaian pasti aada yang ngerumpin orang, aku kesal kadang ngomongin si ini kadang ngomongin si itu. Bahkan orang yang sama yang ngomongin, jadi intinya orang itu tidak konsisten dia lebih memilih untuk ngerumpiin siapa? Aku sangat tertekan, kadang mereka ngomongin orang yang aku sayang kadang juga ngmongin aku. Terus kalau aku ada kesalahan dan berkata jujur pasti dimaraahin, jadi jujur aku sering tidak jujur.
Tapi dari semua pengalaman yaang aku miliki aku tahu itu sangat berharga. Dari semua tekanan yang aku dapatkan aku memiliki banyak ilmu, pertama aku bisa mandiri. Aku bisa mengerjakan pekerjaan yang memang seharusnya bisa dikerjakan seorang perempuan. Saat aku pulang kampung aku bisa merasakan bagimana orang tuaku mencari uang, membuatku tidak boros dan mubazir, aku tidak tinggal bersama orang tuaku melatih kemandirianku, dan aku tetap tersenyum dalam berbagai tekanan karena kakakku. Terima kasih atas semua didikan kalian.
← Prev
0 komentar:
Posting Komentar